Makna Kultural dan Leksikon Batik
Kunduran Blora
Oleh: Yuniar
Triyanti
Masyarakat Jawa mempunyai beranekaragam hasil
kebudayaan. Banyak
orang
terutama para ahli ilmu sosial yang mengartikan konsep kebudayaan itu
dalam
arti yang amat luas, yaitu seluruh total pemikiran, karya dan hasil karya
manusia
yang tidak berakar dari nalurinya (Koentjaraningrat, 2002: 19).
Batik, menjadi salah satu icon Negara Indonesia.
Indonesia terkenal dengan berbagai macam budaya dan pastinya dari setiap daerah
memiliki ciri khas budaya salah satunya batik. Di Jawa, khususnya Salah satunya
di desa Blumbangrejo, kecamatan Kunduran, kabupaten Blora, Jawa Tengah terdapat
seni batik yang telah merintis usaha produksinya kira-kira lima tahun yang
lalu.
Hubungan antara pemakaian bahasa dan pola kebahasaan
atau etnolinguistik
tercermin
dalam nama batik, istilah bahan pembuatan batik, proses pembuatan dan istilah
alat yang digunakan untuk membuat batik tersebut, sehingga masalah ini menarik
untuk dikaji secara etnolinguistik. Selain itu, pada batik juga terdapat makna
kultural yang masih diyakini oleh masyarakat sebagai simbol pengharapan atau
doa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti dengan menggunakan
pendekatan etnolinguistik.
Untuk memudahkan dalam penelitian etnolinguistik dan
pembahasan tidak meluas maka dalam penelitian ini dibatasi objek kajiannya.
Batasan masalah pada penelitian ini difokuskan pada makna leksikal atau
leksikon yang ada dalam proses pembuatan batik, bahan yang digunakan untuk
membuat batik, alat yang digunakan dalam membuat batik khas Blora serta
bagaimana motif serta makna batik khas berdasarkan pengaruh geografis dan
filosofis.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan
msalah sebagai berikut,
1.
Bagaiman bentuk istilah-istilah yang ada
pada batik khas Blora?
2.
Bagaimana makna yang ada pada batik khas
Blora?
1.
Untuk mendeskripsikan istilah-istilah
yang ada dalam proses pembuatan, bahan, alat dan jenis motif batik
khas Blora
2.
Untuk mengetahui makna leksikal dan
kultural dalam proses pembuatan, bahan, alat, dan jenis motif batik khas Blora
MANFAAT
PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis :
1.
Manfaat Teoritis
a.
Penelitian ini dapat memberikan
kontribusi di bidang akademik yaitu bahasa Jawa khususnya di bidang
etnolinguistik yang berkaitan dengan berbagai bidang yang dikaji dalam konteks
social dan budayanya.
b.
Sebagai sarana pengembangan kajian ilmu
etnolinguistik
c.
Serta dapat mengetahui bentuk upacara
tradisional masyarakat Jawa yang beraneka ragam serta mempunyai nilai kehidupan
yang sangat bermanfaat bagi manusia.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi masyarakat, khususnya masyarakat
Jawa dapat memahami istilah-istilah yang digunakan dalam proses pembuatan , maupun istilah atau makna
yang ada dalam motif-motif batik.
b.
Bagi pelajar, dapat menambah pengetahuan
tentang bahasa Jawa dan kebudayaan atau tradisi masyarakat Jawa serta dapat
dijadikan sumber rujukan untuk penelitian selanjutnya yang sejenis.
Penelitian
mengenai batik ini pernah dilakukan sebelumnya. Adapun sebuah penelitian yang
relevan adalah sebagai berikut:
Referensi yang kami buat di sini menggunakan skripsi
Kandungan
Nilai Kearifan Lokal Dalam Leksikon Batik Trusmi
(Kajian Etnolinguistik). Universitas Pendidikan Indonesia dalam
penelitian di skripsi ini membahas tentang makna leksikon dan makna kulturalnya
sedangkan pada penelitian kami ini disamping makna leksikon serta makna.
Menurut
Harimurti Kridalaksana adalah kata atau gabungan kata yang mengungkapkan suatu
konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. Kata
istilah tersebut diangkat dari kata biasa, kata sehari-hari dalam arti
bentuknya dipungut dari bahasa biasa, tetapi isinya tidak. Istilah adalah kata
yang menunjukkan hal-hal yang bersifat abstrak, yaitu hal-hal yang yang
ditemukan oleh para ilmuwan atau ahli pikir dalam rangka penelitian objek
sasaran ilmiahnya masing-masing (Sudaryanto, 1986: 89). Dalam kaitannya dengan
istilah maka suatu kalimat akan mempunyai makna yang jelas, pasti dalam sebuah
kata walaupun tanpa konteks kalimat sekalipun. Sehingga dapat dikatakan bahwa
istilah tersebut bebas konteks. Dalam hal ini perlu diingat bahwa sebuah
istilah hanya dapat digunakan dalam bidang pendidikan atau kegiatan tertentu.
Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah yang sering digunakan
lalu menjadi sebuah kosakata. Secara umum pada saat sekarang ini arti sebuah istilah
tidak hanya digunakan dalam dunia pendidikan saja melainkan sudah banyak
digunakan secara umum.
·
Monomorfemis
Satu
atau dua morfem akan menyusun sebuah kata.kata bermorfem satu disebut kata
monomorfemis yang mempunyai ciri-ciri dapat berdiri sendiri, mempunyai makna
dan berkategori jelas.
·
Polimorfemis
Polimrfemis ada proses morfologis yang berupa
rangkaian kata-kata yang bermorfem lebih dari satu. Proses tersebut meliputi:
a. Afiksasi
Yaitu proses penambahan afiks pada depan, tengah,
dan belakang morfem dasar.
Penambahan afiks di depan disebut prefik, afiks yang berada di tengah, dan sufiks yang berada di belakang. Sedangkan
afiks yang ada di depan dan belakang
disebut sirkumfiks.
b. Kata Majemuk
Kata
majemuk yaitu gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis,
gramatikal dan semantis yang khusus
menurut kaidah bahasa yang bersangkutan, pola khusus tersebut membedakannya dari gabungan morfem dasar yang
bukan kata majemuk (Harimurti
Kridalaksana, 2001: 99).
Pengertian
sense ‘makna’ dalam semantik
dibedakan dalam meaning ‘arti’. Sense ‘makna’ adalah pertautan yang ada
diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri. Mengkaji dan memberikan makna suatu
kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan makna
yang membuat kata-kata tersebut berbeda dari kata-kata lain. Sedangkan meaning ‘arti’ menyangkut makna kata
leksikal dari kata-kata itu sendiri, yang cenderung terdapat dalam kamus
sebagai leksikon. Makna erat kaitannya dengan semantik, oleh karena itu makna
istilah dalam batik bakaran khas Pati akan dilihat dari segi makna leksikal dan
makna kultural.
a.
Makna leksikal
Makna
leksikal adalah makna yang ada pada leksem-leksem atau makna kata yang berdiri
sendiri, baik dalam bentuk leksem atau berimbuhan. Menurut Harimurti
Kridalaksana (2001:133) menyatakan bahwa makna leksikal adalah makna
unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain, makna
leksikal ini mempunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau
konteksnya. Sedangkan menurut Fatimah Djajasudarma (1993:13) makna leksikal
adalah makna kata-kata yang dapat berdiri sendiri, baik dalam bentuk tuturan
maupun dalam bentuk kata dasar.
b.
Makna kultural
Makna
kultural adalah makna bahasa yang dimiliki oleh masyarakat dalam hubungannya
dengan budaya tertentu (Wakit Abdullah, 1999:3)
Makna kultural diciptakan
dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol adalah objek atau peristiwa apapun
yang merujuk pada sesuatu. Simbol adalah objek atau peristiwa yang merujuk pada
sesuatu. Simbol itu sendiri meliputi apa saja yang dapat kita rasakan. Simbol
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nama orang Jawa pada mahasiswa bidang
Linguistik Sastra Daerah angkatan 2011.
Dari uraian ini dapat disimpulkan
bahwa makna kultural adalah makna yang ada pada masyarakat, yang berupa
simbol-simbol dan dijadikan patokan dalam kehidupan sehari-hari dalam bersikap
dan berperilaku. Makna kultural sangat erat hubungannya dengan kebudayaan,
karena makan atersebut akan timbul sesuai dengan budaya masyarakat sekitar.
Menurut
Wakit Abdullah (2013:10), etnolinguistik adalah jenis linguistik yang menaruh
perhatian terhadap dimensi bahasa (kosakata, frasa, klausa, wacana, unit-unit
lingual lainnya) dalam dimensi sosial dan budaya (seperti upacara ritual,
peristiwa budaya, folklor dan lainnya) yang lebih luas untuk memajukan dan mempertahankan
praktik-praktik budaya dan struktur sosial masyarakat.
Batik
adalah kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau
menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara
tertentu yang memiliki kekhasan.
Penelitian
ini bersifat deskriptif kualiatif. Penelitian deskriptif kualitatif yaitu
dengan mendiskripsikan fenomena bahasa diantaranya berwujud istilah, data dan
laporan berbentuk kata atau dengan kata lain pendeskripsian.
Lokasi
penelitian yang dipilih oleh penulis yaitu di desa Blumbangrejo, kecamatan
Kunduran, kabupaten Blora. Lokasi tersebut dipilih karena tempat tersebut
sentra pembuatan batik khas blora yang pertama kali atau pelopor utama batik
khas Blora, sehingga dapat membantu proses penelitian.
Data
merupakan bahan penelitian (Sudaryanto, dalam skripsi Evi Mukti Rachmawati,
2006: 2). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan (sebagai
data primer) dan data tulis yang digunakan sebagai data sekunder. Sumber data
lisan didapat dari informan berupa tuturan mengenai batik.
Adapun
syarat-syarat informan adalah sebagai berikut:
a. Usia rata-rata 20-70
tahun yang dianggap sudah menguasai atau benar-benar mengetahui seluk beluk
masalah batik.
b. Menguasai bahasa Jawa
dan bahasa Indonesia, bertujuan agar dapat menafsirkan atau mengartikan maksud
dari istilah-istilah.
c. Sehat jasmani maupun
rohani
d. Penutur asli serta
mengetahui istilah batik
e. Bersedia menjadi
informan dan mempunyai waktu yang cukup untuk wawancara.
Informan
dalam penelitian ini adalah Bapak Suhirdjan dan Ibu Hartini. Beliau merupakan
pengrajin batik khas Blora serta menjadi pelopor utama pembuatan batik khas
Blora yang berdiri serta merintis usaha produksinya mulai tahun 2009.
Alat
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat utama dan alat alat bantu.
Alat utama yaitu peneliti itu sendiri. Sedangkan alat bantu dalam penelitian
ini berupa alat tulis, kamera, tape recorder, serta komputer yang dapat
menunjang penyelesaian penelitian ini.
Metode
merupakan cara mendekati, mengamati, menganalisis gejala yang ada (Harimurti,
1983:106). Sehubungan dengan jenis instrument dan jenis data yang dikumpulkan
maka yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Metode simak yaitu dengan menyimak pembicaraan
dengan mewawancarai informan yang sudah dipilih dan mengerti tentang
istilah-istilah dalam batik khas Blora. Kemudian peneliti menggunakan teknik
lanjutan yaitu teknik rekam dan teknik catat. Dalam hal ini peneliti merekam
semua kata-kata yang muncul dari informan dan mencatat data yang telah direkam.
Dari hasil wawancara tersebut, kemudian peneliti mencari data
sebanyak-banyaknya. Lalu peneliti memilah dan memilih data yang dibutuhkan.
Apabila data sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan cara diklasifikasikan
berdasarkan bentuk, makna dan penggunannya.
Dalam
penganalisisan data, penulis menggunakan metode padan. Metode padan berfungsi
untuk menganalisis makna-makna dari istilah batik khas Blora. Arti dari metode
padan ini adalah penganalisisan data yang ditentukan oleh konteks sosial
terjadinya suatu peristiwa penggunaan bahasa dalam suatu masyarakat.
Metode
penyajian analsis data yang digunakan adalah metode deskriptif formal dan
informal. Metode deskriptif merupakan metode yang didasarkan pada fakta-fakta
secara emiris hidup pada penuturnya (Sudaryanto, 1993: 62).
Metode informal adalah
penyajian hasil analisis data yang menggunakan kata-kata biasa atau sederhana
agar mudah dipahami. Analisis metode informal dalam penelitian ini agar
mempermudah pemahaman terhadap setiap hasil penelitian. Metode formal yaitu
metode penelitian data dengan menggunakan dokumen data yang dipergunakan
sebagai lampiran. Lampiran tersebut dapat berupa gambar-gambar, bagan, table,
grafik, dan sebagainya. Dalam penelitian ini menggunakan lampiran gambar yaitu
gambar dokumentasi foto.
Ada
beeberapa proses pembuatan batik, diantaranya :
1.
Di
Murdan
Proses murdan ini adalah setelah kain dipotong 2
meteran, kemudian di rendam dalam larutan TRO selama satu malam. Tujuan TRO
adalah menghilangkan kotoran yang menempel pada kain, merekatkan pori-pori kain
dan membuat warna kain menjadi lebih cerah.
2. Molani (m o l a n I )
Kategori : Verba
Merupakan langkah membuat desain atau motif batik.
Dalam proses molani dapat dilakukan dengan menggunakan pensil atau menggunakan
kertas yang sudah ada gambar polanya kemudian ditempel dengan kain mori dan
caranya diterawang untuk melakukan proses selanjutnya.
3. Ngisen- isen ( i s ә n- i s ә n )
Kategori : Verba
Merupakan mengisi motif atau ornamen-ornamen yang
telah dibuat pada proses sebelumnya. Isen-isen dapat dibedakan menjadi dua
jenis yaitu cecek dan sawut. Cecek adalah titik-titik kecil yang membentuk
sebuah ornamen dan sawut adalah garis yang diulang-ulang untuk menutup sebuah
ornamen yang nantinya akan diwarna sogan (coklat gosong).
4. Ngemblok (ŋ ә m b l o k)
Kategori : Verba
Merupakan proses menutupi bagian- bagian yang akan
tetap berwarna putih dengan menggunakan lilin. Sehingga apabila kain dicelupkan
di dalam larutan berwarna, bagian yang di tembok tidak terkena cairan warna.
5. Medhel (m ә d h ә l)
Merupakan proses pewarnaan pertama pada bagian yang
tidak tertutup oleh lilin dengan mencelupkan kain di dalam larutan warna secara
berulang-ulang agar mendapatkan warna yang diinginkan.
6. Ngerok (ŋ ә r o k)
Proses : N- + V
Kategori : Verba
Merupakan proses pengerokan pada ornamen sawut yang
nantinya dilakukan pewarnaan sogan dengan menggunakan pisau atau benda logam
yang ujungnya tipis dan agak tajam.
7. Mbironi (b I r o n I )
Kategori : verba
Merupakan proses penutupan kembali ornamen- ornamen
lain yang akan dipertahankan warnanya.
8. Nyoga ( ɲ o g a)
Kategori : verba
Merupakan proses pencelupan kain ke cairan warna
coklat.
9. Nglorot (ŋ l o r o t)
Kategori : verba
Merupakan proses menghilangkan lilin (malam) dari
kain tersebut dengan cara mencelupkan kain tersebut berulang kali ke dalam air
panas diatas tungku sampai lilin benar-benar bersih tidak menempel pada kain.
a.
Bahan Pembuatan
1.
Lilin atau Malam
Lilin adalah malam yang
dicairkan yang digunakan untuk melukis pada sebuah kain mori yang bertujuan
untuk menutup kain mori sesuai motif yang diinginkan agar tidak terkena pewarna
pada saat kain mori diwarnai sehingga kain yang tertutup lilin akan membentuk
motif yang diinginkan pada saat lilin dihilangkan.
2.
Kain Mori
Merupakan kain yang
digunakan sebagai dasar pembuatan batik.
3.
Larutan Pewarna
Larutan pewarna bisa
berasal dari sintetis atau alami yang berasal dari alam, baik dari akar, kulit
akar, batang, kulit batang, daun, bunga, buah, maupun getah tumbuhan. Untuk
dapat digunakan, zat warna ini harus diolah terlebih dahulu. Sedangkan pewarna
sintesis adalah zat warna buatan seperti
naptol, remasol, indigosol, dan lain-lain.
b.
Alat yang Dipakai Dalam Proses Pembuatan
1.
Tong ( t o ŋ )
Kategori : Nomina
Digunakan untuk melorot
batik.
2.
Kemplongan (k ә m p l o ŋ a n)
Kategori : Nomina
Meja kayu kemplongan
terbuat dari kayu dan dibentuk meja. Digunakan untuk meratakan kain yang kusut
sebelum dibri pola.
3.
Canting (c a n ʈ i ŋ )
Kategori : Nomina
Terbuat dari tembaga
yang dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat menampung lilin dan di ujung
belakangnya disambung dengan sebuah bambu kecil yang digunakan sebagai pegangan
sehingga canting dapat digunakan untuk menuliskan pola batik dengan cairan
malam.
4.
Gawangan (g a w a ŋ a n)
Kategori : Nomina
Gawangan terbuat dari
bambu atau kayu yang diujung kiri dan kanannya dikasih kaki dari bahan
bambu/kayu juga sehingga membentuk sebuah gawang yang berfungsi untuk membentangkan
kain mori yang mau dilukis dengan canting
5.
Bandhul (b a n
Kategori : Nomina
Fungsi bandul disini
untuk memberi pemberat supaya kain tidak terbang ketika terkena angina
6.
Wajan
dan Anglo/kompor
Panci dan Anglo
merupakan alat yang digunakan untuk memanaskan lilin yang akan digunakan untuk
membuat pola batik.
8. Meja Printing
Digunakan untuk membentangkan kain mori yang akan
dibuat menjadi batik printing.
9. Cetakan Batik
Digunakan untuk membentuk pola atau motif batik
dengan di cap, menggunakan cetakan pola atau motif batik yang telah
dibuat.
l Motif jati jatian
Motif
jati jatian merupakan motif yang andalan dari batik blora, hal tersebut
dikarenakan kondisi alam geografis daerah blora yang banyak sekali dijumpai
pohon jati yang tumbuh, sehinggal hal tersebut berpengaruh terhadap hasil motif
batik blora, diantaranya adalah :
1. Motif
glondhong jati (g
l o n d h o ŋ j a t i)
Glondhong jati berkategori nomina
Makna leksikal Motif Glondhong jati yaitu
digambaran potongan kayu jati yang
berbentuk lingkaran. Motif ini
dipengaruhi oleh kayu jati yang telah ditebang dan dibelah menjadi potongan kecil.
Makna kultural adalah karena kayu jati telah
dikenal mempunyai nilai ekonomi yang tinggi bagi warga blora.
2.
Motif jati gagar ( j a t I g a
g a r)
Makna leksikal batik
jati gagar adalah berasal dari kata jati dan gagar. Gagar di sini artinya gugur
atau meranggas.
Makna kultural adalah
penggambaran keadaan hutan jati yang pada saat musim kemarau datang di
sepanjang jalan blora yang meranggas.
3.
Motif kusumo jati (k u s u m o j
a t I )
Motif jati kusumo yang merupakan perpaduan
antara motif jati dan bunga kanthil, yang keduannya merupakan
ciri khas keanekaragaman hayati yang ada di daerah blora.
4.
motif jati dan ungker
( j a t I u ŋ k ә r )
Makna leksikal batik jati dan ungker adalah
menggambarkan daun Jati yang banyak
terdapat di daerah Blora dan hewan ungker. Ungker adalah kepompong dari ulat daun jati yang ada pada saat musim hujan.
Makna
kultural batik jati dan ungker ini adalah Ungker
yang muncul musiman, biasanya pada saat musim laboh yaitu peralihan dari musim kemarau ke musim
penghujan. Kemunculan ungker biasanya
ditandai dengan rusaknya daun – daun jati karena dimakan oleh ungker di bulan
Oktober hingga Desember. Pada
saat itulah warga
Blora bisa memanen ungker.
Ungker pada masyarakat Blora biasanya dimasak, bisa digoreng atau dibuat
oseng-oseng.
5. Motif Bunga
Kanthil dan Barongan ( k a n ʈ I L & b a r o ŋ a n)
Makna
kultural batik bunga kanthil dan barongan adalah motif bunga kanthil yang banyak dijumpai didaerah Blora, dan
motif barongan tersebut adalah merupakan
kesenian khas kota Blora. hal ini juga berpengaruh pada pola pikir masyarakat Blora yang menjadikan
bunga kanthil dan barongan sebagai salah satu
motif andalan bathik Blora.
6.
Motif Jual Sate
(s a t E)
Motif Jual sate ini digambarkan orang yang sedang
berjualan sate.
Makna kultural batik ini adalah gambar
penjual-penjual sate yang banyak terdapat
di Blora dan sate merupakan makanan khas masyarakat Blora.
7. Motif Pompa Minyak
Makna
Kultural batik ini adalah motif batik yang dipengaruhi oleh lingkungan kota
blora sebagai penghasil minyak, secara tidak langsung hal tersebut membuktikan
jika kebudayaan suatu etnik dipengaruhi oleh kondisi alam, baik itu yang
bernilai ekonomis ataupun bahkan yang tidak mempunyai nilai ekonomis sama
sekali
KESIMPULAN
Motif
jati jatian merupakan motif yang andalan dari batik blora, hal tersebut
dikarenakan kondisi alam geografis daerah blora yang banyak sekali dijumpai
pohon jati yang tumbuh, sehinggal hal tersebut berpengaruh terhadap hasil motif
batik blora.
Makna
Kultural batik ini adalah motif batik yang dipengaruhi oleh lingkungan kota
blora sebagai penghasil minyak, secara tidak langsung hal tersebut membuktikan
jika kebudayaan suatu etnik dipengaruhi oleh kondisi alam, baik itu yang
bernilai ekonomis ataupun bahkan yang tidak mempunyai nilai ekonomis sama
sekali.
Makna
leksikal adalah makna yang ada pada leksem-leksem atau makna kata yang berdiri
sendiri, baik dalam bentuk leksem atau berimbuhan. Menurut Harimurti
Kridalaksana (2001:133) menyatakan bahwa makna leksikal adalah makna
unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain, makna
leksikal ini mempunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau
konteksnya. Sedangkan menurut Fatimah Djajasudarma (1993:13) makna leksikal
adalah makna kata-kata yang dapat berdiri sendiri, baik dalam bentuk tuturan
maupun dalam bentuk kata dasarMakna kultural adalah makna bahasa yang dimiliki
oleh masyarakat dalam hubungannya dengan budaya tertentu (Wakit Abdullah,
1999:3) Makna kultural diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol
adalah objek atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu.
Djajasudarma, T. F. (2006). Metode Linguistik: Ancangan
Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Refika Aditama.
Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. (2005). Pengantar Ilmu Antropologi: Pokok-pokok Etnografi II. Jakarta:
Rineka Cipta.
Kridalaksana, H. (2001). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudaryanto. 1990. Aneka Konsep Kedataan
Lingual dalam Linguistik.. Yogyakarta:Duta Wacana.
http://bahan-membuat.com/search/contoh-gambar-batang-dan
-daun-jati-untuk-motif-batik-blora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar